Wahhh...
Kayaknya untuk kawasan MAKASSAR dan sekitarnya lagi hujan nih...
Hehehehe...
:D
Mungkin buat anda yang sedang ingin bepergian pasti bakal ngeluh karena aktifitas luar anda terpaksa dibatalkan karena hujan tersebut...
Kerapkali kita bertanya, Kenapa sih hujan bisa turun??
yaiyalah, mana ada hujan yang naik...
Hehehehe...
:D
Oh iya, teringat masa kecil dulu...
Setiap hujan pasti difikirnya malaikat pada pipis makanya turun hujan...
Hahaha...
:D
Maklum anak kecil yoo...
k
Padahal sebenarnya..
Hujan adalah peristiwa turunnya
air dari langit ke bumi. Awalnya air hujan berasal dari air dari bumi
seperti air laut, air sungai, air danau, air waduk, air rumpon, air
sawah, air comberan, air susu, air jamban, air kolam, air ludah, dan
lain sebagainya. Selain air yang berbentuk fisik, air yang menguap ke
udara juga bisa berasal dari tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
serta benda-benda lain yang mengandung air.
Air-air
tersebut umumnya mengalami proses penguapan atau evaporasi akibat
adanya bantuan panas matahari. Air yang menguap / menjadi uap melayang
ke udara dan akhirnya terus bergerak menuju langit yang tinggi bersama
uap-uap air yang lain. Di langit yang tinggi uap tersebut mengalami
proses pemadatan atau kondensasi sehingga membentuk awan. Dengan
bantuan angin awan-awan tersebut dapat bergerak kesana-kemari baik
vertikal, horizontal dan diagonal.
Akibat angin atau udara yang
bergerak pula awan-awah saling bertemu dan membesar menuju langit /
atmosfir bumi yang suhunya rendah atau dingin dan akhirnya membentuk
butiran es dan air. Karena berat dan tidak mampu ditopang angin
akhirnya butiran-butiran air atau es tersebut jatuh ke permukaan bumi
(proses presipitasi). Karena semakin rendah suhu udara semakin tinggi
maka es atau salju yang terbentuk mencair menjadi air, namun jika
suhunya sangat rendah maka akan turun tetap sebagai salju.
Hujan yang berlebih pada suatu lokasi
dapat menimbulkan bencana pada kehidupan di bawahnya. Banjir dan tanah
longsor adalah salah satu akibat dari hujan yang berlebihan. Perubahan
iklim di bumi akhir-akhir ini juga mendukung persebaran hujan yang
tidak merata sehingga menimbulkan berbagai masalah di bumi. Untuk itu
kita sudah semestinya membantu menormalkan iklim yang berubah akibat
ulah manusia agar anak cucu kita kelak tidak menderita dan terbunuh
akibat kesalahan yang telah kita lakukan saat ini.
Dalam firman Allah Ta’ala,
وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا
”Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.”
(QS. An Naba’ [78] : 14).
Allah Ta’ala juga berfirman :
فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ
”Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya.”
(QS. An Nur [24] : 43) yaitu dari celah-celah awan.
Merupakan tanda kekuasaan Allah Ta’ala, kesendirian-Nya dalam menguasai
dan mengatur alam semesta, Allah menurunkan hujan pada tanah yang
tandus yang tidak tumbuh tanaman sehingga pada tanah tersebut tumbuhlah
tanaman yang indah untuk dipandang. Allah Ta’ala telah mengatakan yang
demikian dalam firman-Nya,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأرْضَ
خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ
إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ
“Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan
gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak
dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat
menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”
(QS. Fushshilat [41] : 39).
Itulah hujan, yang Allah turunkan untuk menghidupkan tanah yang mati.
Sebagaimana pembaca dapat melihat pada daerah yang kering dan jarang
sekali dijumpai air seperti Gunung Kidul, tatkala hujan itu turun,
datanglah keberkahan dengan mekarnya kembali berbagai tanaman dan pohon
jati kembali hidup setelah sebelumnya kering tanpa daun. Sungguh ini
adalah suatu kenikmatan yang amat besar.
Sebagai tanda syukur kepada Allah atas nikmat hujan yang telah
diberikan ini, sebaiknya kita mengilmui beberapa hal seputar musim
hujan. Kali ini, saya akan menjelaskan amalan-amalan yang
semestinya dilakukan seorang muslim ketika hujan turun. Setelah itu,
kita akan memperjari fenomena kilatan petir dan geledek. Dan terakhir
kita akan mengkaji bersama mengenai beberapa keringanan di musim
penghujan. Semoga bermanfaat.
Beberapa Amalan Ketika Turun Hujan
[1] Keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Tatkala Mendung
Ketika muncul mendung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu
khawatir, jangan-jangan akan datang adzab dan kemurkaan Allah. Dari
Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى نَاشِئاً فِي أُفُقٍ مِنْ آفَاِق السَمَاءِ، تَرَكَ
عَمَلَهُ- وَإِنْ كَانَ فِي صَلَاةٍ- ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ؛ فَإِنْ
كَشَفَهُ اللهُ حَمِدَ اللهَ، وَإِنْ مَطَرَتْ قَالَ: "اللَّهُمَّ
صَيِّباً نَافِعاً"
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat awan (yang
belum berkumpul sempurna, pen) di salah satu ufuk langit, beliau
meninggalkan aktivitasnya –meskipun dalam shalat- kemudian beliau
kembali melakukannya lagi (jika hujan sudah selesai, pen). Ketika awan
tadi telah hilang, beliau memuji Allah. Namun, jika turun hujan, beliau
mengucapkan, “Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah jadikanlah hujan
ini sebagi hujan yang bermanfaat].”
’Aisyah radhiyallahu ’anha berkata,
كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم -
إِذَا رَأَى مَخِيلَةً فِى السَّمَاءِ أَقْبَلَ وَأَدْبَرَ وَدَخَلَ
وَخَرَجَ وَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ، فَإِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ سُرِّىَ
عَنْهُ ، فَعَرَّفَتْهُ عَائِشَةُ ذَلِكَ ، فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله
عليه وسلم - « مَا أَدْرِى لَعَلَّهُ كَمَا قَالَ قَوْمٌ ( فَلَمَّا
رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ ) »
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam apabila melihat mendung di langit,
beliau beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau keluar,
dan berubahlah raut wajah beliau. Apabila hujan turun, beliau
shallallahu ’alaihi wa sallam mulai menenangkan hatinya. ’Aisyah sudah
memaklumi jika beliau melakukan seperti itu. Lalu Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam mengatakan, ”Aku tidak mengetahui apa ini,
seakan-akan inilah yang terjadi (pada Kaum ’Aad) sebagaimana Allah
berfirman (yang artinya), ”Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa
awan yang menuju ke lembah-lembah mereka.”
(QS. Al Ahqaf [46] : 24)”
Ibnu Hajar mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan bahwa seharusnya
seseorang menjadi kusut pikirannya jika ia mengingat-ingat apa yang
terjadi pada umat di masa silam dan ini merupakan peringatan agar ia
selalu merasa takut akan adzab sebagaimana ditimpakan kepada mereka
yaitu umat-umat sebelumnya.”
[2] Mensyukuri Nikmat Turunnya Hujan
Apabila Allah memberi nikmat hujan, dianjurkan bagi seorang muslim dalam rangka bersyukur kepada-Nya untuk membaca do’a,
اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً
“Allahumma shoyyiban naafi’aa [Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].”
Itulah yang Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ucapkan ketika melihat
turunnya hujan. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, ’Aisyah
radhiyallahu ’anha,
إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ « اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً »
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan,
beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah
pada kami hujan yang bermanfaat]”.
Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits ini berisi anjuran untuk berdo’a
ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin bertambah,
begitu pula semakin banyak kemanfaatan.”
Al Khottobi mengatakan, ”Air hujan yang mengalir adalah suatu karunia.”
[3] Turunnya Hujan, Kesempatan Terbaik untuk Memanjatkan Do’a
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a
ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda,
اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ
’Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua
pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan
turun.”
Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ المَطَرِ
“Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.”
[4] Ketika Terjadi Hujan Lebat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan
hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebatnya, beliau memohon
pada Allah agar cuaca kembali menjadi cerah. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berdo’a,
اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا
عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ
وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal
jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari
[Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami.
Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung,
bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan].”
Ibnul Qayyim mengatakan, ”Ketika hujan semakin lebat, para sahabat
meminta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam supaya berdo’a agar
cuaca kembali menjadi cerah. Akhirnya beliau membaca do’a di atas.”
Syaikh Sholih As Sadlan mengatakan bahwa do’a di atas dibaca ketika
hujan semakin lebat atau khawatir hujan akan membawa dampak bahaya.
[5] Mengambil Berkah dari Air Hujan
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Kami pernah kehujanan
bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga terguyur hujan.
Kemudian kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan
demikian?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى
“Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.”
An Nawawi menjelaskan, “Makna hadits ini adalah hujan itu rahmat yaitu
rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari
hujan tersebut.”
An Nawawi selanjutnya mengatakan, ”Dalam hadits ini terdapat dalil bagi
ulama Syafi’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan
(selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan
tersebut. Dan mereka juga berdalil dari hadits ini bahwa seseorang yang
tidak memiliki keutamaan, apabila melihat orang yang lebih berilmu
melakukan sesuatu yang ia tidak ketahui, hendaknya ia menanyakannya
untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang
lain.”
Dalam hal mencari berkah dengan air hujan dicontohkan pula oleh sahabat Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata,
أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ،
يَقُوْلُ: "يَا جَارِيَّةُ ! أَخْرِجِي سَرْجِي، أَخْرِجِي ثِيَابِي،
وَيَقُوْلُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً [ق: 9].
”Apabila turun hujan, beliau mengatakan, ”Wahai jariyah keluarkanlah
pelanaku, juga bajuku”.” Lalu beliau membacakan (ayat) [yang artinya],
”Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak
manfaatnya).”
(QS. Qaaf [50] : 9)”
[6] Dianjurkan Berwudhu dengan Air Hujan
Ibnu Qudamah mengatakan, ”Dianjurkan untuk berwudhu dengan air hujan apabila airnya mengalir deras.”
Dari Yazid bin Al Hadi, apabila air yang deras mengalir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
اُخْرُجُوا بِنَا إلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللَّهُ طَهُورًا ، فَنَتَطَهَّرَمِنْهُ وَنَحْمَدَ اللّهَ عَلَيْهِ
”Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh
Allah sebagai alat untuk bersuci.” Kemudian kami bersuci dengan air
tersebut dan memuji Allah atas nikmat ini.”
Namun, hadits di atas adalah hadits yang lemah karena munqothi’ (terputus sanadnya) sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi.
Ada hadits yang serupa dengan hadits di atas dan shahih,
كَانَ يَقُوْلُ إِذَا سَالَ الوَادِي " أُخْرُجُوْا بِنَا إِلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللهُ طَهُوْرًا فَنَتَطَهَّرُ بِهِ "
“Apabila air mengalir di lembah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan, “Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah
dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci”. Kemudian kami bersuci
dengannya.”[20]
[7] Janganlah Mencela Hujan
Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa
hujan merupakan nikmat dari Allah Ta’ala. Namun, ketika hujan dirasa
mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan, “Aduh!! hujan lagi,
hujan lagi”.
Perlu diketahui bahwa setiap yang seseorang ucapkan, baik yang bernilai
dosa atau tidak bernilai dosa dan pahala, semua akan masuk dalam
catatan malaikat. Allah Ta’ala berfirman,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
”Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
(QS. Qaaf [50] : 18)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ
مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ
بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ
سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ
“Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang
tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan
perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan
suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan
bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasehatkan kita agar jangan
selalu menjadikan makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa sebagai
kambing hitam jika kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai.
Seperti beliau melarang kita mencela waktu dan angin karena kedua
makhluk tersebut tidak dapat berbuat apa-apa.
Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يُؤْذِينِى ابْنُ
آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ، بِيَدِى الأَمْرُ ،
أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku
adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang
menjadi silih berganti.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لاَ تَسُبُّوا الرِّيحَ
”Janganlah kamu mencaci maki angin.”
Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu) dan angin
adalah sesuatu yang terlarang. Begitu pula halnya dengan mencaci maki
makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa, seperti mencaci maki angin
dan hujan adalah terlarang.
Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan
seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku
dari kejelekan yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa
makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk. Ini sama saja dengan
menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang
menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan
pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini hukumnya haram,
tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar
pemberitaan, -seperti mengatakan, “Hari ini hujan deras, sehingga kita
tidak bisa berangkat ke masjid untuk shalat”, tanpa ada tujuan mencela
sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.
Intinya, mencela hujan tidak terlepas dari hal yang terlarang karena
itu sama saja orang yang mencela hujan mencela Pencipta hujan yaitu
Allah Ta’ala. Ini juga menunjukkan ketidaksabaran pada diri orang yang
mencela. Sudah seharusnya lisan ini selalu dijaga. Jangan sampai kita
mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat Allah murka. Semestinya yang
dilakukan ketika turun hujan adalah banyak bersyukur kepada-Nya
sebagaimana telah diterangkan dalam point-point sebelumnya.
[8] Berdo’a Setelah Turunnya Hujan
Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun
pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah
shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan
Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang
lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
« أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى
وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ.
فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ
مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ
بِالْكَوْكَبِ »
“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada
yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’
(Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang
beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang
mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena
sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman
pada bintang-bintang.”
Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi
fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat
Allah) setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang
diberikan.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Tidak
boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab
bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yang menyebabkan
seseorang keluar dari Islam jika ia meyakini bahwa bintang tersebut
adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut
hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor (kufur yang
tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang
tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar
waktu semata.”
Wah saya sendiri sering mencaci maki hujan, karena mengganggu aktifitas saya.
Ampun Ya Allah..